Friday, December 2, 2011

Tuhan, Mana Namaku di Daftar Itu

Ada banyak hal yang seharusnya dilakukan
Tapi tak kulakukan
Ah harusnya kulakukan
Hmmm….
Setelah beberapa detik merenung
Akhirnya kusadari
Kita memang telah banyak melakukan
Namun seharusnya banyak hal tersebut tak dilakukan
Kita memang sibuk
Namun apa artinya kesibukan kita
Sudahkah sesuai dengan tujuan dan target yang diharapkan
Kita menginginkan begitu banyak kesuksesan
Seperti mereka orang-orang sukses
Namun
Sudahkah jalan yang sama ditempuhnya
Ataukah kita membuat jalan baru
Dimanakah namaku nanti
Adakah di daftar orang-orang sukses ?
Subhaana Maa Khalaqta Hadzaa Baatila
Waltandzur nafsun ma qoddamat Ligod
Tuhan
Aku jawab sekarang
Bukan nanti…..
Dengan restu-Mu
Insya Allah

Wednesday, November 16, 2011

Rahasia Sukses, Kaya dan Bahagia

Siapakah diantara kita yang ingin sukses ? jawabannya tentu serempak “Saya…!”, iya kan, tuh Anda juga mengacungkan tangan (walau dalam hati he…he..). Lalu sukses seperti apa yang kita inginkan ? Jawaban Anda barangkali berbeda-beda, ada yang sukses berarti bahagia dunia akhirat walau hidup sederhana, ada juga sukses itu adalah sebuah perjalanan “life is journey“, kata Anda,   “life is adventure” kata anak kecil di iklan tv, sukses adalah berproses, maka mari kita berbuat bersama Partai ….. (eh malah kampanye lagi…..).
Salah satu parameter kesuksesan adalah menjadi kaya. Jika saya harus memilih antara miskin bersabar atau kaya bersyukur, maka saya akan memilih kaya bersyukur, begitu juga dengan Anda kan ?
Rasioalisasinya karena kemiskinan itu jahat (cieh segitu amat yah…), eit jangan marah dulu dong, faktanya, kemiskinan bisa menyebabkan banyak sekali efek negatif, diantaranya; menyebabkan pertengkaran keluarga, keluarga yang asalnya harmonis menjadi retak gara-gara kekurangan ekonomi, orangtua ada yang tega menjual anaknya, suami tega meniduri istrinya (eh, maksudnya menidurkan istrinya dengan orang lain he..he..), orang tega menipu, mencopet, merampok, mencuri. disamping itu dengan adanya kemiskinan membatasi kesempatan hidup enak dan bahagia, dalam situasi miskin menyebabkan kita terbelenggu dan sulit keluar dari situasi pelik. dan masih banyak lagi, Rasulullah SAW menyatakan kadzal fakru an yakuuna kufran, kemiskinan menyebabkan kekufuran, nah lo…
Saya melihat walau ada banyak pilihan dalam hidup ini, satu-satunya yang dari dulu menjadi impian saya adalah menjadi pengusaha. Nah saya baru menemukan satu pengetahuan yang tidak diajarkan disekolah-sekolah, perguruan tinggi, bahkan Pasca sarjana sekalipun. Saya banyak belajar dari jarak jauh kepada mereka-mereka yang telah sukses. Pelajaran-pelajaran tersebut saya dapatkan dari mentor-mentor yang belum mengenal saya sebagai murid diam-diamnya, diantaranya Robert T Kiyosaki, Purdi Candra, Tung Desem Waringin, Antoni Robin, Robert H Sculler, dan banyak lagi, serta dari pengalaman usaha jatuh bangun saya sendiri.
Dalam tulisan kali ini mari kita belajar dan praktekkan salah satu ajaran mereka, salah satunya yang diajarkan oleh Purdi Candra, Beliau menyatakan bahwa hanya ada 4 cara untuk menjadi pengusaha, sukses dan kaya. Keempat cara tersebut yaitu :
Pertama, kalau pengen jadi pengusaha, sekolah jangan terlalu pinter, kalau kita punya anak anak bodoh, sebanarnya harus seneng, kalau anak kita terlalu pintar di sekolahnya, barangkali akan sulit menjadi pengusaha, sebab saking pinternya, nanti bayak menghitung. Mau usaha kok dihitung-hitung, usaha itu dibuka bukan dihitung. So, kalau ada temen-temen yang sekarang masih kuliah tolong  IP nya jangan sampai tiga. “Kalau ip nya diatas tiga itu sudah rusak” kata Purdi E Chandra lho he..he….
Kedua, Kita itu harus malas, Anda kalau rajin saya yakin anda mesti jadi karyawan, karyawan yang baik itu berangkat pagi pulang petang, kalau  pengusaha nggak pernah masuk setahun nggak apa-apa. Jadi bisa dicoba, besok, mulailah latihan nggak rajin,  coba nggak usah kerja dulu lah. Soalnya kalau nanti dipecat kan enak, bisa jadi pengusaha, sebab wisudanya calon pengusaha adalah ketika dipecat jadi karyawan. Jadi bagi Anda yang baru saja kena PHK, selamat Anda telah sukses diwisuda, bersyukurlah kepada Tuhan, ada kesempatan untuk jadi pengusaha sungguhan.
Ketiga, kalau mau kaya dan jadi pengusaha, Anda mesti konyol. dalam bahasa inggris be different, jadilah berbeda, jadi kalau kita biasa-biasa kayak umumnya orang,maka kita sama saja dengan orang lain. jadi pengusaha itu ambillah resiko, dan mengambil resiko itu sampai kita nggak tahu resikonya kayak apa. Anak kecil waktu berlatih berjalan dia tidak tahu resikonya seperti apa, akhirya dia pandai berjalan. Ayam dan burung, pagi-pagi keluar, sore sudah balik lagi dengan perut penuh makanan. Itu ayam, yang nggak punya otak, apalagi kita yang otaknya hebat, atau jangan-jangan untuk menjadi kaya nggak perlu pakai otak he…he….
Keempat, Jangan rasional, kita harus latih otak kanan yang tidak rasional itu, itu yang disekolah tak diajarkan, kalau diantara kita ada yang bodoh sebetulnya nggak bodoh. Biasanya, seseorang semakin akademis pinter, semakin tidak kreatif. Di perguruan tinggi sebaiknya penghargaan diberikan kepada sepuluh orang terpintar dan sepuluh orang terbodoh. Sebab, sepuluh yang pinter biasanya jadi karyawan yang baik dan sepuluh orang yang bodoh akan menjadi pengusaha.
Yah Itulah keempat tips kebodohan yang bisa menyebabkan kita sukses, kaya dan bahagia. Anda nggak percaya sama saya ? nggak apa-apa, sebab nanti kalau saya sudah terkenal, tulisan saya yang seperti ini barangkali harus dibayar. Tapi betul juga jangan percaya sama saya, percayalah pada kemampuan  diri sendiri, sebab itu yang pertama kita miliki dan tak perlu meminjam pada orang lain.
Sedangkan rahasia bahagia; pertama, jangan pernah ingat keburukan orang lain seburuk apapun sikapnya terhadap kita, kedua, jangan ingat-ingat kebaikan kita sebesar apapun kepada orang lain. nggak usah mengharapkan terima kasih, namun jika ada yang berterima kasih, ucapkan pula terima kasih dengan tulus. Ketiga, aib seseorang atau siapapun, keburukan atau kejelekan, biarkan keluar dari mulut orang lain, sebisa mungkin jangan pernah keluar dari mulut kita. Jika suatu kebaikan atau berita baik, sebisa mungkin, biarkan mulut kita yang pertama mengucapkannya. Keempat, jangan pernah mengeluh untuk apapun, sebab ada banyak orang yang lebih berhak mengeluh daripada kita, hidup ini indah, hidup ini menantang, biarkan kita mengarunginya dengan semangat, bersyukur dengan senyum keindahan….
Kalau dalam hal tulis menulis, saya menargetkan sukses saya adalah ketika tulisan di Kompasiana ini menjadi buku, bisa nggak ya….?
Saya mengusulkan kepada admin, ke depan ada Kompasiana Book, isinya tulisan-tulisan di kompasiana yang layak dijadikan buku diterbitkan oleh kompasiana (termasuk tulisan saya atuh he..he…)
Salam Sukses, Kaya dan Bahagia ….!

Monday, October 24, 2011

Persoalan Manusia dengan Agamanya

1. Sama halna di era peroalan ketegangan Kristen dengan enganutnya terutama kalangan intelektual
2. Mslim pun berhadapan dengan berbagai persoalan yang sama. misalnya ketika umat muslim dihadapkan pada doktrin tentang larangan bertransaksi riba, akan tetapi di sisi lain untukmemajukan usahanya mereka dituntut harus pinjam yang otomatis memberlakukan istem bunga.

Saturday, October 22, 2011

Maafkan Istri dan Anakku, Makan Cuma dengan Garam...!


13192562961119880212
Maafkan anakku, makan hari ini kita cuma makan dengan garam
Walau begitu marilah kita bersyukur pada Tuhan
Kita masih diberi nasi untuk disantap
Tak perlu dikeluhkan Nak
Sebab banyak orang yang lebih pantas mengeluh daripada kita
Namun suaranya nyaris tak terdengar
Istriku, sambil makan, menangislah disisiku
Tetesan air mata yang merembes diujung matamu
Sebetulnya mengiris hati ini
Hidup tak selalu harus bahagia
Kadang kita perlu bersedih untuk bisa memaknai arti sebuah ni’mat yang diberikan Tuhan
Biar kupeluk Dikau, yang begitu sabar dan setia menemani
Walau dengan segala keterbatasan
Putriku, maafkan jika guru menagih SPP
Nanti jika sudah ada akan kita bayar, Insya Allah
Aku sudah usahakan kas bon untuk membayar utang-utang kita
Namun kantor sekarang banyak beban
dan menggunakan prinsif efektif dan efisiensi
Maafkan Istri dan Anakku, hari ini kita makan cuma dengan garam
Biarlah kita tak perlu membebani negeri ini
Walau hanya dengan sebutir telur ayam
Saat kita lapar, ternyata enak juga makan dengan garam
Terima kasih Tuhan…..!
Cat : Dipersembahkan kepada Istriku Yulia dan anakku Najma Zahra Firstaliya

Friday, October 21, 2011

Pendidikan yang Mencerdaskan

Oleh : Alimudin Garbiz[1]
 
Pendidikan merupakan hal penting sebagai sebuah proses menuju pengembangan potensi manusia ke arah yang lebih baik dan (mendekati) sempurna. sebagai makhluk pembelajar, manusia memang bisa diajari apa saja. Berbeda dengan hewan yang perubahannya terbatas hanya pada level tertentu saja. Manusia memiliki otak yang demikian hebat yang dimilikinya. Tentu, melebihi kapasitas dan komputer tercanggih sekalipun.
Akan tetapi  sebagian diantara kita, barangkali saja, kalau tak mau dikatakan banyak, semakin tinggi tingkat pendidikannya, ternyata semakin bodoh ? mengapa semakian bodoh, kita bisa melihat orang yang pendidikannya semakin tinggi, bukannya makin cerdas, malah semakin ketergantungan dengan pendidikan. sehingga hidupnya ketergantungan, pendidikannya tak lebih cuma melampiaskan nafsu kebanggaan terselubung yang menghinggapinya. Setelah menempuh S1 lalu dilanjutkan dengan s2, s3 sampai menjadi profesor. Namun cara berpikirnya sangat dangkal sekali, saking seringnya mempelajari teori, sampai-sampai teori-teori yang dikemukakan ilmuwan sebelumnya dianggap sebagai kebenaran yang mutlak, yang tak bisa dikoreksi kembali. Padahal teori itu informasi juga yang berasal dari pengalaman empirik sebelumnya. Sedangkan informasi itu selalu up to date dengan keadaan sekarang. Orang memuja teori sebagai sabda Tuhan yang tak bisa dikoreksi ? Bukankah kehidupan ini telah mengajarkan banyak konsep dan teori kepada kita ? untuk dipelajari, dikaji dan diuji keabsahannya dalam konteks saat ini ?
Semakin tinggi pendidikan, banyak yang semakin sombong, kadang kita menemukan dosen/guru yang sombong ketika berhadapan dengan siswa atau mahasiswanya. Semua pendapat siswa/mahasiswa sudah pasti salah, tak ada apresiasi atas “soft skill” yang dimiliki mereka. Di kalangan mahasiswa pascasarjana bahkan berlaku adagium “profesor selalu benar, jika profesor salah itu teori baru” katanya. Padahal manusia tak luput dari kesalahan. masing-masing orang diberikan ilmu “illa qaliilaa” hanya sedikit saja. Informasi yang brilyunan bahkan tak terbatas ini hanya mampu dicerna manusia sebatas kemampuan dan pengalaman konsep dan empirik masing-masing, tak lebih.
Di Perguruan tinggi di Indonesia, ketika mahasiswa melakukan sidang skripsi, tesis ataupun desertasi, para penguji banyak yang memposisikan diri sebagai “penguji” beneran. Mereka menguji mahasiswa tak hanya menguji subtansi penelitian, namun katanya menguji mental juga. Sampai-sampai banyak penguji yang tak puas kalau yang diujinya tidak menangis. Mereka dengan bangga ketika mendapat julukan dosen killer, dengan alasan “Penulis juga dulu begitu ketika mahasiswa” katanya.
Banyak hal perlu kita ubah berkaitan dengan pendidikan. Budaya menyalahkan dan “memvonis” harus diganti dengan budaya empati dan apresiasi. Ketika mahasiswa menjelaskan, apapun itu pasti selalu always salah. Sehingga mahasiswa-mahasiswa kita tak percaya diri dibuatnya. Anak didik kita diajari konsep manajemen Planning, organizing, actuating dan controlling dengan sangat molotok, sehingga ketika mereka lulus, masuk dunia kerja mereka menjadi pencari kerja semua. Masuk dunia usaha mereka banyak planningnya, sehingga akhirnya nggak ada action nya. Mau buka usaha, tak buka-buka, karena banyak pertimbangan, selalu ketinggalan terus, tidak berani gagal, karena di bangku kuliah diajari hidup harus sukses, dan salah satu parameter kesuksesan yang berkembang di masyarakat, tidak boleh gagal, lulus kuliah langsung bekerja.
Di bangku-bangku kuliah kita diajari konsep-konsep hebat para ilmuwan Barat. Ketika para mahasiswa menyodorkan teorinya sendiri, Dosen langsung mencapnya sebagai ‘mahasiswa tak tahu teori”. Menyedihkan dengan keadaan seperti ini. Boleh jadi tidak secara langsung, penyebab negeri ini begini, para guru, dosen, profesornya saja tidak mengajarkan kepercayaan diri kepada kita. Mereka cuma bangga dengan “teori” orang lain yang dihapalnya dari dulu hingga sekarang sebagai teori yang mapan dan tak bisa diganggu gugat.
Padahal ada ruang kuliah yang lebih besar, yakni alam ini yang mengajarkan berbagai banyak hal kepada kita. Tentu, di luar cara-cara belajar kita yang konvensional, yang sedikitnya hanya transfer of knowledge saja. Padahal, ada perpustakaan yang menyediakan banyak buku, buku-buku “kauniyah” diluar buku-buku yang kita baca.
Semakin kita diajari di ruang-ruang kelas, oleh guru dan dosen, dan kita percaya semua kata-katanya, semakin kita bertambah bodoh, jika tanpa dibarengi sikap kritis disertai “kuliah” kita di luar kelas. Tanpa disertai memahami kearifan masyarakat, maka kita hanya menjadi alien-alien bagi yang merasa sudah tercerahkan, tercerdaskan, padahal sebaliknya.
Ketika kita belajar menulis, konon katanya harus menguasai teori menulis terlebih dahulu, sehingga kita akhirnya tak pernah menulis, sebab menulis  (apalagi menulis karya ilmiah), semakin banyak kutipannya, maka semakin ilmiah. Akhirnya supaya lebih ilmiah, kutipan kita copy paste langsung dari bukunya, jadilah Profesor dengan menitipkan banyak buku-buku “karbitan” di Toko Buku Titipan. Padahal menulis bisa dari mana saja, sebab pada hakikatnya tulisan seoriginal apapun adalah mengambil serpihan-serpihan pengalaman, teori dan konsep dari pohon alam yang luas ini yang diberikan Tuhan.
Penulis tidak menyatakan bahwa pendidikan formal dari mulai TK, SD, SMP, SMA, S1, S2, S3 itu tidak perlu. Hal tersebut patut disyukuri bagi sebagian kita yang mampu menempuhnya, penulis percaya, diantara para guru, dosen, para pendidik di negeri ini, masih banyak yang hebat-hebat, yang mendidik dengan cinta, mengajar dengan empati, dan berdedikasi sepenuhnya demi terciptanya generasi yang tercerahkan dan tercerdaskan. Begitu pula, pendidikan formal kita hendaknya juga dibarengi dengan kecerdasan kita memahami Universitas Kehidupan yang hebat ini, yang telah disediakan Tuhan untuk kita pelajari, dimana banyak rahasia yang tak kita jumpai dibangku-bangku kelas.
Semakin terdidik, kita semakin menyadari kebodohan kita, semakin rendah hati, dan terus menjadi manusia pembelajar. Semestinya juga, kita semakin percaya diri, bukan semakin takut menghadapi kehidupan yang indah dan menantang ini.

Penulis, Dosen Universitas Garut dan Sekolah Tinggi Hukum Garut, aktif di Forum Studi Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

 
[1] Dosen Universitas Garut dan Sekolah Tinggi Hukum Garut, aktif di Forum Studi Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Thursday, October 20, 2011

Semakin Tinggi Pendidikan, Semakin Bodoh

1318408488355352464
Pendidikan merupakan hal penting sebagai sebuah proses menuju pengembangan potensi manusia ke arah yang lebih baik dan (mendekati) sempurna. sebagai makhluk pembelajar, manusia memang bisa diajari apa saja. Berbeda dengan hewan yang perubahannya terbatas hanya pada level tertentu saja. Manusia memiliki otak yang demikian hebat yang dimilikinya. Tentu, melebihi kapasitas dan komputer tercanggih sekalipun.
Akan tetapi  diantara kita, barangkali saja, kalau tak mau dikatakan banyak, semakin tinggi tingkat pendidikannya, ternyata semakin bodoh ? mengapa semakian bodoh, kita bisa melihat orang yang pendidikannya semakin tinggi, bukannya makin cerdas, malah semakin ketergantungan dengan pendidikan. sehingga hidupnya ketergantungan, pedidikannya tak lebih cuma melampiaskan nafsu kebanggaan terselubung yang menghinggapinya. Setelah menempuh S1 lalu dilanjutkan dengan s2, s3 (sekalian s teler aja kali) bahkan sampai menjadi profesor. Namun cara berpikirnya sangat dangkal sekali, saking seringnya mereka mempelajari teori. sampai-sampai teori-teori yang dikemukakan ilmuwan sebelumnya dianggap sebagai kebenaran yang mutlak, yang tak bisa dikoreksi kembali. padahal teori itu kan informasi juga yag berasal dari pengalaman empirik sebelumnya. Sedangkan informasi itu selalu up to date dengan keadaan sekarang. orang memuja teori sebagai sabda Tuhan yang tak bisa dikoreksi ? Bukankah kehidupan ini telah mengajarkan banyak konsep dan teori kepada kita ? untuk dipelajari, dikaji dan diuji keabsahannya dalam konteks saat ini ?
Semakin tinggi pendidikan, banyak yang semakin sombong, saya menemukan Dosen yang sombong ketika berhadapan dengan mahasiswanya. Semua pendapat mahasiswa sudah pasti salah, tak ada apresiasi atas “soft skill” yang dimiliki mahasiswa. Di kalangan mahasiswa pascasarjana bahkan berlaku adagium “profesor selalu benar, jika profesor salah itu teori baru” katanya. Padahal manusia tak luput dari kesalahan. masing-masing orang diberikan ilmu “illa qaliilaa” hanya sedikit saja. Informasi yang brilyunan bahkan tak terbatas ini hanya mampu dicerna manusia sebatas kemampuan dan pengalaman konsep dan empirik masing-masing, tak lebih.
Di Perguruan tinggi di Indonesia, ketika mahasiswa melakukan sidang skripsi, tesis ataupun desertasi, para penguji banyak yang memposisikan diri sebagai “penguji” beneran. Mereka menguji mahasiswa tak hanya menguji subtansi penelitian, namun katanya menguji mental juga. Sampai-sampai banyak penguji yang tak puas kalau yang diujinya tidak menangis. Mereka dengan bangga ketika mendapat julukan dosen killer, dengan alasan “saya juga dulu begitu ketika mahasiswa” katanya.
Di kita yang berkembang justru budaya menyalahkan dan “memvonis”. Ketika mahasiswa menjelaskan, apapun itu pasti selalu always salah. Sehingga mahasiswa-mahasiswa kita tak percaya diri dibuatnya.
Anak didik kita diajari konsep manajemen Planning, organizing, actuating dan controlling dengan sangat molotok, sehingga ketika mereka lulus, masuk dunia kerja mereka menjadi pencari kerja semua. Masuk dunia usaha mereka banyak planningnya, sehingga akhirnya nggak ada action nya. mau buka usaha, tak buka-buka, karena banyak pertimbangan, selalu ketinggalan terus. tidak berani gagal, karena di bangku kuliah diajari hidup harus sukses, dan salah satu parameter kesuksesan yang berkembang di masyarakat, lulus kuliah langsung bekerja.
Di bangku-bangku kuliah kita diajari konsep-konsep hebat para ilmuwan Barat. Ketika para mahasiswa menyodorkan teorinya sendiri, Dosen langsung mencapnya sebagai ‘mahasiswa tak tahu teori”. Duh, saya sedih dengan keadaan seperti ini. Pantesan negeri ini begini, para guru, dosen, profesornya saja tidak mengajarkan kepercayaan diri kepada kita. Mereka cuma bangga dengan “teori” orang lain yang dihapalnya dari dulu hingga sekarang sebagai teori yang mapan dan tak bisa diganggu gugat.
Padahal ada ruang kuliah yang lebih besar, yakni alam ini yang mengajarkan berbagai banyak hal kepada kita. Tentu, di luar cara-cara belajar kita yang konvensional, yang sedikitnya hanya transfer of knowledge saja. Padahal, ada perpustakaan yang menyediakan banyak buku, buku-buku “kauniyah” diluar buku-buku yang kita baca.
Semakin kita diajari di ruang-ruang kelas, oleh guru dan dosen, dan kita percaya semua kata-katanya, semakin kita bertambah bodoh, jika tanpa dibarengi sikap kritis disertai “kuliah” kita di luar kelas. Tanpa disertai memahami kearifan masyarakat, maka kita hanya menjadi alien-alien bagi yang merasa sudah tercerahkan, tercerdaskan, padahal sebaliknya.
Ketika kita belajar menulis, konon katanya harus mengasai teori menulis terlebih dahulu, sehingga kita akhirnya tak pernah menulis, sebab menulis  (apalagi menulis karya ilmiah), semakin banyak kutipannya, maka semakin ilmiah. Akhirnya supaya lebih ilmiah, kutipan kita copy paste langsung dari bukunya he…he…, jadilah Profesor dengan menitipkan banyak buku-buku “karbitan” di Toko Buku Titipan. Padahal menulis bisa dari mana saja, sebab pada hakikatnya tulisan seoriginal apapun adalah mengambil serpihan-serpihan pengalaman, teori dan konsep dari pohon alam yang luas ini yang diberikan Tuhan.
Saya tidak menyatakan bahwa pendidikan formal dari mulai TK, SD, SMP, SMA, S1, S2, S3 itu tidak perlu. Hal tersebut patut disyukuri bagi sebagaian kita yang mampu menempuhnya, akan tetapi pendidikan formal kita hendaknya juga dibarengi dengan kecerdasan kita memahami Universitas Kehidupan yang hebat ini, yang telah disediakan Tuhan untuk kita pelajari, dimana banyak rahasia yang tak kita jumpai dibangku-bangku pendidikan formal kita.
Semakin terdidik, kita semakin menyadari kebodohan kita, semakin rendah hati, dan terus menjadi manusia pembelajar. Semestinya juga, kita semakin percaya diri, bukan semakin takut menghadapi kehidupan yang indah dan menantang ini.

Friday, September 9, 2011

Ingin Sukses...? Perbanyaklah Kegagalan...!

Ingin Sukses…? Perbanyaklah Kegagalan…!

REP | 31 July 2011 | 18:53 326 6 1 dari 1 Kompasianer menilai aktual
1312113131268929731
Pada saat SMA, sambil sekolah saya “nyantri” di Pesantren Keresek, tepatnya di Cibatu Garut. Tiga tahun saya sekolah sambil “masantren”, tahun 1995 saya lulus SMA, lalu mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), maunya masuk ITB jurusan perminyakan, namun ternyata gagal. Akhirnya nerusin nyantri lagi. Tahun berikutnya saya ikut lagi UMPTN, kali ini targetnya mau masuk ke Universitas Padjajaran, apa dikata bolay juga Gan….,
Nambah bonus harus mesantren lagi, karena malu di Pesantren Keresek terlalu lama, saya ikut “pasaran” ke Pesantren Miftahul huda Utsmaniyah Ciamis, lumayan tambah ilmu dan wawasan di Fakultas Castrologi. Tahun berikutnya lagi saya ikut UMPTN lagi, kali ini mendaftar ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung, Alhamduillah, baru UMPTN yang ketiga inilah saya lulus. Saya sangat bersyukur bisa diterima di IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI).  Namun, untuk membiayai kuliah saya akhirnya mencari kerja sana sini, akhirnya diterima oleh PT Astra Internasional Tbk-Nisan Diesel, sebagai sales. Karena tak punya motor, ngampas pake angkot turun naik, semangat menggebu…tanpa fasilitas akhirnya layu, saya tak mencapai target penjualan, akhirnya diminta mengundurkan diri dari Astra (maksudnya dipecat Coy…).
Setelah cari sana sini, akhirnya diterima bekerja di PT Turbo Motor Indonesia Tbk, nyales sepeda motor China…., Setelah tahu ilmunya saya mendirikan Sub Dealer sendiri di Garut. Tahun pertama sukses, tiap bulan penjualan motor mengalir deras, apalagi saat itu sedang gecar-gencarnya uang muka ringan, bikin ketar ketir Dealer Motor Jepang, Namun…karena after sales servicenya nggak ada, ditambah dengan berbagai kendala usaha lainnya, akhirnya bangkrut Den…., Pas masa bangkrut itulah saya menikah…..hebat kan…!
Karena usaha bangkrut, saya memaksakan diri kuliah lagi, untuk membiayai keluarga dan kuliah, saya  jadi kernet angkot Samarang-Garut. Dengan segala duka citanya akhirnya studi selesai…dihitung-hitung, sejak saya masuk IKIP Bandung tahun 1997 sampai selesai kuliah di Universitas Garut diselesaikan dalam waktu 10 tahun. Sama dengan Akbar Tanjung, akan tetapi kalau Akbar Tanjung langsug jadi menteri, saya malah jadi mantri..he..he..,
Horee.. jadi juga sarjana, makanya tau usah heran kalo gelar saya bawa-bawa, Alimudin S.Pd.I, sebab untuk mendapatkan gelar tersebut, sekali lagi, saya butuh waktu 10 tahun lebih…..,
Asal tahu saja, saya pernah diramalkan bahwa saya merupakan “orang sial”, tak akan sukses dalam bisnis, namun sampai saat ini saya tetap berbisnis, bisnis apa saja, tak peduli ramalan orang. “Jangan serahkan masa depanmu pada ramalan siapapun….!”
Dari pengalaman tersebut, saya belajar banyak, dalam hidup perbanyaklah kegagalan, beranilah untuk gagal, sebab setiap orang sukses pasti pernah gagal.
So, ternyata ada hikmahnya kebangkrutan usaha saya, karena itu yang menyebabkan saya jadi sarjana. Malah sekarang sedang S2, dapat beasiswa lagi, malah oleh Bu Hj. Hilda saya diminta untuk menjadi dosen di Fakultas Agama Islam Uiversitas Garut, oleh Bu Hj Momon Gandasasmita (istri mantan Bupati Garut) saya diminta menjadi dosen di Sekolah Tinggi Hukum Garut, Oleh Anda tulisan ini dibaca, ini merupakan kesuksesan yang tak terkira, buah dari kegagalan, Alhamdulillah terima kasih Tuhan atas kegagalan yang Kau berikan…
Sahabat, Kita selalu melihat orang lain dengan cerita kesuksesannya. Sebab, di setiap riwayat hidup, orang lebih senang menampilkan keberhasilannya. Misalnya, Presiden SBY sukses jadi presiden setelah sebelumnya jadi anu…jadi anu…, Namun dimana cerita kegagalan Beliau ? Bapak anu sukses jadi menteri setelah sebelumnya memegang berbagai jabatan sukses disini dan disini…..
Melihat pengusaha kita terkagum-kagum karena banyak uangnya, relasinya disana sini, perusahaan dimana-mana, istrinya cantik, rumahnya mewah, investasi di berbagai bidang usaha.
Namun, pernahkah kita menanyakan berapa kali pengusaha tersebut bangkrut ? berapa kali ia terpuruk ? Bagaimana ia bisa bangkit dari keterpurukannya ? Apa yang membuat ia gigih dengan usahanya. Apa motivasi besar dalam hidupnya ?
Secara kasat mata untuk menjadi kaya (misalnya, sebagai salahsatu parameter kesuksesan), ada tiga cara :
1. Lahir dari keluarga kaya, persoalannya, kita tak bisa meminta sebelum lahir untuk dikaplingkan menjadi anak dari orangtua konglomerat.
2. Menikah dengan orang Kaya (Janda kaya misalnya ye…), Namun biasanya orang kaya nyarinya yang kaya juga kan, kecuali kita punya modal tampang keren…..kayak artis.
3. Usaha kita sendiri untuk jadi Kaya, Cara ketiga inilah yang aling mungkin bagi kita, kecuali Anda di posisi no 1 dan 2 (itu sih…ketiban rezeki min haetsu la yahtasib)
Cara ke-3 bisa oleh siapa saja…nggak peduli Kita lahir dimana, anak siapa. Nggak peduli pedidikan kita tinggi atau nggak…, tapi semua ada ada bayarannya…bukankah hidup adalah sebuah petualangan…? Seperti iklan rokok “life is adventure” (bener nggak bahasa inggrisnya) menyebabkan kita berani menghadapi apapun yang terjadi dalam kehidupan, termasuk kegagalan.
“Jika ingin sukses..perbanyaklah program kegagalan…semakin banyak gagal..semakin banyak sukses
Cerita menyakitkan masa lalu ternyata menjadi kenangan indah saat ini dan yang akan datang. Asal jangan terus terpuruk dan meratapi kegagalan, bangkitlah..!, berdirilah…! dan bangun kesuksesan dengan percaya diri. Walaupun harus “jatuh bangun aku mengejarmu” seperti kata Om Meggy dan Tante Kristina…..
SELAMAT BERGAGAL RIA….!
Alimudin S.Pd.I

Friday, August 26, 2011

Berbuatlah Sesuatu Agar Orang Memuji, Mengkritik Atau Mencacimu

Ketika saya masih kuliah di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), dulu IKIP Bandung, saya mempunyai teman dekat, yang saya harap menjadi kekasih hati, karena dia cantik, teman satu pesantren dulu di Pesantren Keresek, saya sering berkunjung ke tempat kuliahnya di Universitas Siliwangi Tasikmalaya, saking sudah dekatnya saya yakin dia mau menerima saya jadi kekasih. Namun fakta bicara lain, ketika dia saya ajak menikah, dia tidak mau Den, entah dengan alasan apa, intinya tak serius barangkali, karena dia terlalu cantik untuk saya, atau saya kurang ganteng untuk dia, sama saja he…he…. akhirnya saya cari di kampus sendiri, untuk jadi teman hidup, namun dari sekitar sepuluh orang yang saya kejar, tak satupun yang mau menerima saya. Apa hendak dikata, bertepuk sebelah tangan…wah gawat ini…..

Namun saya ini marketing, masa dari seratus orang  customer yang didatangi tak satupun yang nyantol, teori peluang mengatakan nggak mungkin, pasti 20 % ada yang tertarik dan mungkin 10 persen ada yang nyangkut, maka tanpa mengenal lelah saya mencari cinta, tebar pesona kesana sini. Akhirnya dengan gaya tembak di tempat, saya mendapatkan juga yang mau (atau terpaksa mau), yah istri saya inilah pada akhirnya, dia cantik dan smart, wah Ya Allah terima kasih …Engkau memberikan yang terbaik…..di awal perkawinan kami memang ada perbedaan latar belakang, namun Alhamdulillah semakin kesini, semakin saling mengerti dan bebagi….duh ni’matnya…..dan sekarang sudah tujuh tahun kami sukses mengarungi bahtera rumah tangga………….., Istri yang lulusan SMA saya kuliahkan tanpa takut biaya darimana, alhamdulillah sekarang lagi PPL, tahun depan kelar, sehingga level cara berpikir kita menjadi sama…..

                                                                                    Istri dan Putriku, cantik khan…?1314339226452481064
Walau memang pada saat mau menikah saya juga sempat ragu, karena usaha bangkrut, tak punya uang, namun keluarga dan saudara mendorong, gotong royong sumbangan dari sana sini, buat bawaan pas nikah, jas pinjem dari Apa (orang tua), mobil dari kakak, Kartu undangan ngebon dulu dari sahabat pengusaha T Muhtar Salim (akhirnya diikhlaskan, karena kesal tak dibayar-bayar), cenderamata kebaikan teman seperjuangan Yayat S Hidayat dan Istrinya (Ineu), yang dengan mendadak beli di Pasarbaru Bandung, perias pengantin dengan sangat malu mengandalkan Teh Iis (Istri Kang Asep ZM) dan Teh Mimin yang merias barang bawaan, untuk uang mas kawin saya bingung lagi, alhamdulillah, dengan bantuan Kang Hendi Sutresna, saya mendapatkan bantuan dari Pak DadaRosada (sekarang Walikota Bandung, terima kasih Pak Wali). Jadi juga nikah….
Ketika saya membuat perusahaan kecil-kecilan, semua orang berkata, darimana modalnya, usaha begituan butuh modal besar, namun akhirnya saya membuka usaha juga, dan alhamdulillah sukses dalam dua tahun, menginjak tahun ketiga usaha saya mulai bangkrut, namun, saya mempunyai pengalaman usaha.
Saat saya bangkrut usaha, saya lalu mencoba kuliah lagi, istri saya mengatakan darimana buat bayar kuliahnya ? namun saya tetap nekad, sambil kuliah saya menjadi kernet angkot, sering ketika akan ujian saya belum bisa bayar, saya mendatangi bendahara dan meminta waktu agar saya bisa membayar, namun ujian tetap bisa dilaksanakan, alahamdulillah saya dapat kartu ujian dan selesai juga kuliah, jadi sarjana.
Dikala saya mengutarakan ingin menjadi dosen, istri saya tertawa…mimpi….katanya, saya lalu melamar ke berbagai perguruan tinggi di Bandung, nginep dirumah sahabat  (Aceng Roni Sya’ban, sekarang anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, terima kasih atas tumpangannya setiap kali saya nginep di Bandung, juga pada istri beliau Euis Siti Widuriani, terima kasih untuk numpang makannya), do’a saya dikabul Tuhan, Bu Hj. Hilda memanggil saya dan awalnya saya dijadikan asistennya, lalu akhirnya saya dijadikan dosen tetap dan sekarang menjabat sekretaris Program studi PAI di Universitas Garut. Melalui keponakan saya Agus Hidayat, Bu Hj. Momom (Istri mantan Bupati Garut, Momon Gandasasmita) meminta saya menjadi dosen di Sekolah Tinggi Hukum Garut, alhamdulillah sampai sekarang sudah 3 tahun saya ikut ngajar di STH.

Pada waktu saya mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Kabupaten Garut, orang-orang tak mendukung, apalagi saya mencalonkan dari Partai Kecil (atau gurem disebutnya), saya tak punya uang, belum ada basis masa kuat, apalagi memang kultur masyarakat yang selalu memilih calon yang sudah jelas segalanya (maksudnya jelas ngasih uang nya), saya nekad tak bagi-bagi uang (uang darimana?), saya tahu tak akan terpilih, namun sebagai bagian dari ikhtiar, saya tetap mencalonkan diri, memang saya terlalu idealis (padahal idealis itu dekat-dekat idiot lho), ingin berkiprah memajukan daerah saya, berharap jadi anggota DPRD dengan modal tawadu (tara mawa duit) dan tawakkal (tara mawa bekel) memang ironis. Akhirrnya memang yang memilih
saya cuma sekitar 300 orang, dari target yang jadi harus dapat sekitar 7000 orang pemilih. Yang menyakitkan, bahkan dikampung saya sendiri pun yang menang calon dari daerah lain karena punya banyak uang, karena sebelumnya dia sudah jadi anggota dewan. Namun saya bersyukur, barangkali saya perlu mempersiapkan diri lebih baik lagi kalau ingin menjadi pemimpin. Partainya juga harus partai yang besar, memang saya tak terlau serius waktu itu. Alhamdulillah tak jadi…..Tuhan masih sayang….karena saya belum siap kayaknya…!, ma’lum, saat ini saya sedang bersiap-siap menjadi Bupati Garut he…he…(istri saya tersenyum lagi nih…)
1314337755221029874
                                                   Spanduk Prof. DR. Alimudin, S.Pd.I, MA.
                                        ketika menjadi calon anggota DPRD Kabupaten Garut
                                                             sebelum menjadi presiden

Bertahun tahun jadi kontraktor (rumah tiap tahun ngontrak terus…) pindah sana pindah sini, saya berdo’a sama Tuhan agar mendapatkan rumah, Ketika saya dapat beasiswa, sisanya saya belikan rumah, istri dan anak saya protes, karena rumah saya panggung, di kanan kiri ada kandang domba, sehingga rumah bau domba, tanahnya juga tanah Perum Kereta Api, tanah Hak Guna pakai, sewaktu waktu bisa diambl lagi, pas di belakang rumah, ada irigasi dan selokan, sehingga kalau malam, suaranya mengganggu tidur. Namun karena saya hanya punya uang sedikit, saya nekad membeli rumah tersebut, di tempat lain mana ada rumah yang hanya dua puluh juta. Istri saya demo tiga hari nggak ngomong-ngomong, dia nggak bisa tidur, anak saya menangis protes, namun saya tak bergeming sedikitpun, sambil berdo’a pada Tuhan agar anak dan istri menerima keadaan ini. Alhamdulillah dua minggu sejak dibeli, perubahan terjadi, saya beli banyak pewangi, agar rumah menjadi harum, domba di pinggir rumah dijual semuanya oleh pemiliknya, karena mau dijadikan rumah juga. Satu bulan dari sana istri malah betah di rumah, saya dan istri menata halaman depan rumah yang sedikit menjadi taman, kekhawatiran tentang tanah perumka tak ada lagi, karena istri sudah mengerti kalau suatu saat kami akan beli rumah lagi, yang lebih baik, dan rumah tersebut bisa dikontrakkan kepada orang lain. Saya berjanji dengan (sekali lagi) saya mengandalkan Tuhan, Insya Allah saya punya rumah lagi, yang lebih baik dari sekarang. Saya percaya dengan apa yang diungkapkan oleh film The Secret, bahwa alam ini sebenarnya merespon keinginan kita, sebagai penganut agama tentu saya percaya alam merespon dengan Izin Tuhan.
Saat saya membuat kolam-kolaman dengan kreasi sendiri, istri tak setuju, buat apa kolam-kolaman, mendingan bunga aja udah cukup, namun saya tetap melanjutkan karena di pikiran banyak ide mengalir tak terbendung, akhirnya kolam-kolaman jadi saya tanam ikan mas merah, komet, nila merah saya tanam, saya hiasi dengan air mancur melalui sirkulasi dari kolam sendiri. Sekarang, malah istri yang menyirami tanaman, anak saya dengan senang hati setiap hari mengasih makan ikan-ikan dan burung yang saya taruh di atas kolam.
Sambil bekerja di FAI Univesitas Garut, sekarang, saya juga sedang merintis lagi satu usaha namanya GARBIZ, keren kan…! sepeertinya bahasa apa tuh Garbiz ? Sssst… jangan ribut itu usaha kecil saya yang insya Allah akan menjadi besar, GarBiz itu singatan dari Garut Bisnis, doakan ya semoga berhasil…saya tak kapok-kapok nih berusaha….kalau ada yang mau kerjasama boleh dong….!, makanya nama saya Alimudin Garbiz, jadi keren nama saya.
Belajar dari Orang-orag Sukses, mereka tak mau mundur dengan segala visinya, walau halangan dan rintangan menghadang. mereka cuma berbuat. Ada yang memuji, ada yang mengkritik dan bahkan mencaci, namun mereka jalan terus. Kita menganggap bodoh ide Marzuki Ali yang ingin membubarkan KPK, atau pernyataannya agar kampanye politik dibiayai oleh rakyat, memang nyeleneh, namun, bukankah saat ini pula kampanye politik dibiayai dari uang rakyat juga, hasil korupsi ? terlepas dari itu beliau tetaplah hebat sebagai ketua DPR saat ini, Sekenceng, kencengnya orang mencaci SBY, beliau tetaplah manusia hebat, karena sudah menjadi presiden, Orde Baru dicaci karena berkuasa selama lebih dari 30 tahun, Pak Harto tetaplah orang hebat, karena dia sudah tercatat dalam sejarah panjang Indonesia, begitu pula dengan Gus Dur, Habibi dan Pak Karno, mereka orang-orang hebat yang telah banyak berbuat, terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki. Kita mencaci mereka, lalu persoalannya, sudah jadi apa kita sekarang…?
Jadi apapun yang kita lakukan, selalu ada resiko yang kita ambil, namun jangan takut, berbuatlah,jika kita saat ini menjadi pengangguran, berbuatlah apapun, bantu orang lain, keluarlah dari rumah, berkelilinglah walau dalam keadaan bingung, dalam satu bulan atau bahkan kurang, saya jamin Anda akan dapat kerjaan asal ada kemauan.
Begitupun dalam menulis, tak usah takut macam-macam, menulis sajalah, karena yang pantas ditakuti adalah rasa takut itu sendiri. Dipuji, dikritik atau bahkan dicaci adalah bagian dari kehidupan yang haus kita jalani. Saya bercita-cita menjadi penulis yang banyak membuat tulisan, blog, artikel, membuat banyak buku, makanya tips dari teman-teman saya lahap semua, saya menulis apapun yang saya mau, seperti saran teman-teman kepada kami semua, saya ingin menjadi penulis hebat seperti yang banyak bertebaran di kompasiana ini. doakan saya ya….dan saya yakin apalagi Anda semua pasti sudah hebat-hebat…..
Dan sekarang, saya membuat tulisan ini, terima kasih jika Anda mau memuji, mengkritik dan bahkan mencaci saya, saya ucapkan terima kasih…
Salam Sukses
Alimudin Garbiz



Tulisan ini dimuat di Kompasiana, bahkan masuk Headline :
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/08/26/berbuatlah-sesuatu-agar-orang-memuji-mengkritik-atau-mencacimu/

Tolak Reaktivasi, Masyarakat siap "Jumroh" ke Gedung Sate

Forum Paguyuban Tanah Rel (FPTR) Garut yang terdiri dari para RW dan Tokoh menyelenggarakan Musyawarah dan penyikapan terhadap Rencana Reakt...